Minggu, 27 Juni 2010

Perilaku Politik di Tempat kerja

Untuk memahami komponen politik dan organisasi, mengkaji taktik dan strategi yang gunakan oleh seseorang atau subunit untuk meningkatkan peluangnya dalam memenangkan permainan politík. individu atau subunit dapat menggunakan beberapa taktik politik untuk memperoleh kekuasaan dalam mencapai tujuannya. Mereka harus mengembangkan kemampuan dan keterampilannya tidak hanya wewenang formalnya saja, tetapi juga kekuasaan dapat mereka hasilkan dari semua sumber kekuasaan.Terutama untuk memaínkan politik dalam organisasi di tempat kerja, seperti meningkatkan ketidakmampuan mengganti, meningkatkan keterpusatan, bersahabat dengan manajer berkuasa, membentuk dan mengelola kualisi, dan mempengaruhi proses pengambilàn keputusan.

Ada beberapa faktor – faktor yang mendorong terjadinya perilaku politik, terutama di tempat kerja, yaitu :

· Faktor – faktor dari dalam diri seseorang

Sifat-sifat kepribadian seperti monitor monitordiri yang tinggi (high self-monitor), sifat pengendalian internal. dan kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan menunjukkan adanya hubungan yang erat dengan keterlibatan dalam perilaku politik dalam organisasi. Orang yang rnemitiki sifat kepribadian monitor-diri yang tínggí lebih peka terhadap isyarat-isyarat sosial, memiliki tingkat kesesuaian sosial yang tinggi, dan memiliki ketrampilan yang tínggi akan perilaku politik. Ada kecenderungan mereka terdorong untuk menggunakan ketrampilan politiknya untuk mempengaruhi dan mengendalikan perilaku dalam organisasi sesuai keinginannya.

· Faktor lingkungan intern

Selain faktor-faktor individu yang berpengarúli terhadap perilaku politik, maka faktor-faktor lingkungan interen organisasi juga mempunyai pengaruh cukup penting terhadap munculnya perilaku politik dalam organisasi. Faktor-faktor lingkungan interen organisasi seperti kurangnya sumber-sumber organisasi adanyal pergantian kepemimpinan.

Pergantian pimpinan. Pergantian pimpinan termasuk didalamnya pengisian jabatan yang lowong sering kali memunculkan adanya perilaku politik dalam organisasi. Manajer atau kelompok berupaya untuk memperjuangkan orangorang yang sepaham atau temannya untuk rrienduduki posisi tertentu melalui kégiatan politik. Pemilihan pimpinan fakultas atau pimpinan universitas yang terjadi di perguruan tinggi misalya ; sering kali disertai dengan adanya manuvermanuver pada litik yang dilakukan oleh orang-orang tertentu.

Budaya di dalam perusahaan Apple

Apple Way oleh Jeffrey L. Cruikshank

Dalam dunia teknologi yang bergerak cepat sekarang ini, Apple telah belajar-sering kali dengan segenap daya upaya- bahwa Anda tidak dapat melakukannya sendiri, tak peduli betapa pun pintarnya Anda. Pasar bergerak dengan cepat, teknologi berkembang semakin kompleks, dan terlalu banyak orang pintar yang menginvestasikan terlalu banyak waktu dan uang mereka pada inovasi. The Apple way menguraikan rahasia dan prinsip – prinsip manajemen yang dapat menjaga agar Apple tetap menjadi yang terdepan-termasuk pengembangan produk yang inovatif, strategi pemasaran yang canggih, kemasan dan desain yang cantik, serta budaya perusahaan yang sangat baik. Anda akan menemukan bagaimana Apple mengkombinasikan antara konsistensi dengan kontinuitas dan tindak lanjut, serta mengimbangkan antara visi dan praktik.

Agar penjualan naik, Anda harus memiiki gaya kepemimpinan yang kuat. Jika Anda memiliki kepemimpinan yang lemah (imajinasi, perasaan dan sebagainya), maka gunakanlah dengan baik. Guy Kawasaki bergabung dengan Apple pada pertengahan tahun 1980-an dan bertanggung jawab dalam menemukan cara mengajak para pengembang dari luar untuk membuat software bagi Mac. Di dalam bukunya mengenai budaya Mac –di mana ia menjelaskan perbedaan budaya Apple dengan sekte- Kawasaki menjelaskan “Sekte” sebagai sesuatu yang lebih dangkal.

Sekte merupakan sekumpulan penggemar fanatik yang menjual Mac kepada komunitas konsumen. Para anggota sekte tidak menempelkan logo Apple pada mobil mereka. Mereka menggunakan diri mereka sendiri untuk mengajak orang lain melakukannya. Mereka adalah para pemimpin yang menggunakan pemikiran : para penggunan yang memilki teknologi tinggi, para ahli yang berpengalaman, para distributor yang memiliki hubungan baik dan sebagainya.

Itulah baru beberapa budaya organisasi yang diterapkan oleh Perusahaan Apple. Tapi yang paling penting agar perusahaan kita dapat seperti “Apple” adalah belajar cara untuk :

- Menjadikan pelanggan sebagai raja

- Menjadikan produk sebagai raja

- Gemparkan dunia pemasaran

- Tumbuhkan organisasi pembelajar

Minggu, 02 Mei 2010

curhat tentang hobi gueeeee

hello guys
mau cerita tentang hobi nih. heheh
lagi doyaan bgt bgt bgt makan sushi. haha aneh yah? masa makan di jadiin hobi. mm maksud nya untuk saat ini, lagi doyaan bgt ngelakukin suatu kegiatan 'nyushi' heheh. makanya ngeyel 'nyushi' di jadiin hobi. mmm selain nyushi, hobi banget nonton DVD. yaa tau lah walaupun kadang dvd nya 'bajakan' tapii itu cuma minjem kok. jadi gue bukan slah satu konsumen DVD bajakan. hanya penikmat heheh daan biasanya gue ngelakukin hal hal tersebut bareng sama Desti, Tiara, Zia dan Vivi. we called as TATTOO hahahahha

tugas perilaku organisasi (leadership)

Perbedaan Pemimpin dan Manajer

Selama ini orang beranggapan bahwa seorang manajer sama dengan seorang pemimpin. Karena pada kenyataannya seringkali istilah manajer digunakan untuk menyebut seorang pemimpin. Nah tulisan ini hendak mengembalikan batasan/pengertian manajer dengan pemimpin. Mengenai perbedaan dan persamaan mereka. Memang sementara ini tulisan ini akan terkesan tidak memiliki manfaat yang besar karena selama ini tidak ada masalah ketika kita menyebut pimpinan kita dengan istilah manajer. Namun tulisan ini hanyalah sebuah pendahuluan bagi tulisan-tulisan lanjutan yang berusaha membangun paradigma baru tentang kepemimpinan. Sesuatu yang menurut saya menjadi salah satu sebab utama atas keterpurukan Indonesia selama ini. Sekumpulan tulisan yang mencoba memberikan sumbangan pemikiran tentang sosok pemimpin yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh bangsa yang besar ini. Dan untuk bangsa Indonesia kita menggunakan istilah "pemimpin bangsa" dan tidak pernah menggunakan istilah "manajer bangsa", hal ini menunjukkan bahwa walaupun kita sering rancu dalam menyebut pemimpin dan manajer, tapi dalam beberapa hal kita konsisten untuk menyebut secara terpisah kedua istilah tersebut, seperti ketika kita menyebut "pemimpin perjuangan" bukan "manajer perjuangan", "pemimpin revolusi" bukan "manajer revolusi", "pemimpin sidang" bukan "manajer sidang", dsb.

Bila berhubungan dengan orang, maka kedudukan pemimpin dan manajer adalah sama, bahwa mereka adalah atasan dan yang menjadi obyek kedudukan mereka adalah bawahan. Tapi berhubungan dengan obyek ini juga ada perbedaan, bahwa pemimpin selalu dan hanya berhubungan dengan orang-orang/para bawahan, sedangkan manajer tidak. Manajer yang melakukan fungsi manajemen tidak selalu berhubungan dengan orang, tetapi juga bisa dengan berbagai hal lain yang tidak berbentuk orang, seperti waktu kemudian dikenal manajemen waktu, berhubungan dengan belajar maka disebut dengan manajemen belajar, berhubungan dengan tujuan maka disebut dengan manajemen tujuan, dsb. Maka dari sini kita bisa menyimpulkan istilah manajer diberikan dikarenakan ia melakukan fungsi manajemen bukan karena semata-mata posisi dia sebagai atasan, karena itu juga ada tingkatan manajer, seperti manajer tingkat atas (top manajer), manajer tingkat menengah (midle manajer) dan manajer tingkat rendah (low manajer). Sedangkan seseorang disebut sebagai pemimpin/pimpinan semata-mata karena posisi dia sebagai atasan. Karena itu dalam kepemimpinan tidak dikenal dualisme kepemimpinan karena hanya akan memecah belah dan menghancurkan. Pemimpin haruslah satu.

Dengan demikian kita tahu, bahwa sesungguhnya antara pemimpin dan manajer memiliki fungsi yang berbeda. Seorang pemimpin memiliki fungsi dasar adalah mengarahkan dan menggerakkan seluruh bawahan untuk bergerak pada arah yang sama yaitu tujuan. Sedangkan fungsi seorang manajer adalah managemen. Yaitu kegiatan-kegiatan seputar perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), penempatan staff (staffing), pengarahan (directing) dan kontrol (controlling). Seorang pemimpin sangat mungkin menggunakan fungsi manajemen untuk mencapai tujuan, tetapi itu bukan satu-satunya cara untuk mencapai tujuan. Terutama untuk organisasi sosial/nirlaba, ternyata memiliki kemampuan manajemen yang baik tidak selalu dapat mencapai kesuksesan. Pemimpinan yang sukses adalah manajer+. Sebagaimana yang akan saya tulis dalam "Kepemimpinan dalam Organisasi Sosial".

Dalam menjalankan fungsinya, seorang manajer lebih sering memanfaatkan wewenang dan kekuasaan jabatan secara struktural yang memiliki kekuatan mengikat dengan dapat melakukan paksaan/hukuman untuk mengarahkan bawahan. Sedangkan seorang pemimpin lebih menekankan pengaruh/karisma yang dimilikinya sehingga bawahan secara sadar untuk mengikuti arahan sang pemimpin. Ia menstimulasi, memfasiltasi, dan berpastisipasi dalam setiap kegiatan yang menginginkan bawahan mengikutinya. Tidak dengan hadiah, paksaan atau hukuman. Seorang manajer dipilih melalui jalur formal, seperti dipilih oleh komisaris atau direktur, sedangkan pemimpin biasanya berdasar pilihan dan kontrak sosial dengan anggota atau bawahan.

Kesimpulannya, manajemen hanyalah salah satu fungsi yang dilakukan seorang pemimpin.

http://yasrama.blogspot.com/2008/04/perbedaan-pemimpin-dan-manajer.html

Macam – macam Teori Kepemimpinan

Traits theory

Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut judith R. Gordon mencakup kemampuan istimewa dalam:

- Kemampuan Intelektual

- Kematangan Pribadi

- Pendidikan

- Statuts Sosial Ekonomi

- Human Relation

- Motivasi Intrinsik

- Dorongan untuk maju

Ronggowarsito menyebutkan seorang pemimpin harus memiliki astabrata, yakni delapan sifat unggul yang dikaitkan dengan sifat alam seperti tanah, api, angin, angkasa, bulan, matahari, bintang.

Behavioral Theory

Karena ketyerbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui trait, para peneliti mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Konsepnya beralih dari siapa yang memiliki memimpin ke bagaimana perilaku seorang untuk memimpin secara efektif.

a. Authoritarian, Democratic & Laissez Faire

Penelitian ini dilakukan oleh Lewin, White & Lippit pada tahun 1930 an. Mereka mengemukakan 3 tipe perilaku pemimpin, yaitu authoritarian yang menerapkan kepemimpinan otoriter, democratic yang mengikut sertakan bawahannya dan Laissez - Faire yang menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya.

b. Continuum of Leadership behavior.

Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt memperkenalkan continnum of leadership yang menjelaskan pembagian kekuasaan pemimpin dan bawahannya. Continuum membagi 7 daerah mulai dari otoriter sd laissez - faire dengan titik dengan demokratis.

c. Teori Employee Oriented and Task Oriented Leadership - Leadership style matrix.

Konsep ini membahas dua orientasi kepemimpinan yaitu

- Kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan dimana perilaku pemimpinnya dalam penyelesaiannya tugasnya memberikan tugas, mengatur pelaksanaan, mengawasi dan mengevaluasi kinerja bawahan sebagai hasil pelaksanaan tugas.

- Kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai akan ditandai dengan perilaku pemimpinnya yang memandang penting hubungan baik dan manusiawi dengan bawahannya.

Pembahasan model ini dikembangkan oleh ahli psikologi industri dari Ohio State University dan Universitas of Michigan. Kelompok Ohio mengungkapkan dua dimensi kepemimpinan, yaitu initiating structure yang berorientasi pada tugas dan consideration yang berorientasi pada manusia. Sedangkan kelompok Michigan memakai istilah job-centered dan employee-centered.

d. The Managerial Grid

Teori ini diperkenalkan oleh Robert R.Blake dan Jane Srygley Mouton dengan melakukan adaptasi dan pengembangan data penelitian kelompok Ohio dan Michigan. Blake & Mouton mengembangkan matriks yang memfokuskan pada penggambaran lima gaya kepemimpinan sesuai denan lokasinya. Dari teori-teori diatas dapatlah disimpulkan bahwa behavioral theory memiliki karakteristik antara lain:

- Kepemimpinan memiliki paling tidak dua dimensi yang lebih kompleks dibanding teori pendahulunya yaitu genetik dan trait.

- Gaya kepemimpinan lebih fleksibel; pemimpin dapat mengganti atau memodifikasi orientasi tugas atau pada manusianya sesuai kebutuhan.

- Gaya kepemimpinan tidak gifted tetapi dapat dipelajari

- Tidak ada satupun gaya yang paling benar, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kebutuhan dan situasi

Teori Sifat

Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:

- pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;

- sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;

- kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.

Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.

Teori Perilaku

Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:

a. konsiderasi dan struktur inisiasi

Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.

b. berorientasi kepada bawahan dan produksi

Perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.

Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)

Teori Kontingensi (Contigensy Theory)

Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.

LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.

Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.

Kepemimpinan Kharismatik

Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut.

Berbagai teori tentang kepemimpinan karismatik telah dibahas dalam kegiatan belajar ini. Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.

Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi.

Kepemimpinan Transformasional

Pemimpin pentransformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang lebih tinggi. Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, karismatik dan transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang diharapkan darinya. Efek-efek transformasional dicapai dengan menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional, perhatian yang diindividualisasi serta stimulasi intelektual.

Hasil penelitian Bennis dan Nanus, Tichy dan Devanna telah memberikan suatu kejelasan tentang cara pemimpin transformasional mengubah budaya dan strategi-strategi sebuah organisasi. Pada umumnya, para pemimpin transformasional memformulasikan sebuah visi, mengembangkan sebuah komitmen terhadapnya, melaksanakan strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut, dan menanamkan nilai-nilai baru.